New Normal: Silaturahmi Digital

Mengembalikan Esensi Bersilaturahmi dalam Komunikasi Digital

@harimerdeka

Di era industri 4.0, dunia global menghadapi kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Istilah VUCA ini menggambarkan lingkungan bisnis yang makin bergejolak, kompleks dan bertambahnya ketidakpastian. Kondisi VUCA ini menuntut perusahaan agar dapat dengan lincah menghadapi perubahan dan secara dinamis beradaptasi dengan keadaan. Begitu juga dengan para pemimpin di berbagai level organisasi, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini yang memunculkan berbagai “normal” baru.

Salah satu new normal atau protokol kesehatan yang saat ini banyak diterapkan adalah physical distancing. Hal ini membuat pola komunikasi kita pun banyak bergeser. Sebelumnya, kita menjadikan komunikasi secara offline sebagai hal yang utama dan menempatkan komunikasi secara online lewat media digital sebagai pendukung. Saat ini, kondisi berubah 180 derajat. Komunikasi secara online menjadi utama dan komunikasi secara offline sebagai pendukung.

Dengan berbagai kemajuan teknologi yang ada, sejatinya komunikasi secara online ini sangat mudah untuk dilakukan. Ada banyak sarana digital yang bisa dimanfaatkan mulai dari aplikasi chatting, aplikasi video conference hingga sosial media sekalipun. Jarak dan waktu tak lagi menjadi penghalang untuk berkomunikasi.

Bagi saya, sesungguhnya komunikasi itu bukanlah sekedar cara untuk mengirimkan dan menerima pesan antara komunikan dan komunikatornya. Namun, komunikasi punya peran yang lebih jauh dari itu yaitu silaturahmi. Ya, melalui komunikasi kita membangun kedekatan dan hubungan yang hangat dengan orang lain, sebagaimana silaturahmi yang berarti menyambung kasih sayang. Jika semua orang dapat mengembalikan esensi bersilaturahim dalam komunikasinya, tentu prasangka buruk, adu domba, caci maki, fitnah dan lain sebagainya tidak akan pernah muncul.

Namun, inilah tantangannya saat ini. Di era digital seperti ini, komunikasi secara online dengan tetap memberikan esensi silaturahim bukanlah hal yang dengan mudah dapat dilakukan. Dengan teknologi yang serba mekanis dan instan, kerap kali kita berkomunikasi dengan “sekedar”. Sekedar chat basa-basi. Sekedar share. Sekedar baca pesan tanpa merespon. Sekedar scroll up postingan teman tanpa memberikan engagement like atau comment. Sekedar komen asal tanpa kesadaran. Dan banyak hal “sekedar” lainnya yang tak jarang memberikan makna ambigu dan membuat hubungan menjadi renggang.

Masa pandemi Covid-19 ini menjadi momentum kita untuk memperbaiki pola komunikasi di era digital. Momentum untuk kembali memaknai dan membangun semangat bersilaturahmi dalam komunikasi digital. Kita harus selalu berusaha untuk memunculkan esensi silaturahmi yang sesungguhnya dalam komunikasi kita sehari-hari, baik komunikasi digital dengan teman, keluarga, rekan kerja ataupun admin sosial media 😀

Sebagaimana Rasulullah SAW yang menengok dengan seluruh anggota badannya ketika dipanggil, maka seperti itu pula seharusnya kita berkomunikasi secara digital. Kita menghadirkan rasa dan hati seutuhnya ketika berkomunikasi, bahkan saat berkomunikasi lewat chat sekalipun. Kita menghadirkan suasana yang nyaman dan penuh persaudaraan bagi lawan bicara kita. Kita berusaha membangun kedekatan dan berkomunikasi seakan-akan bertemu langsung di hadapannya.

Ramah adalah salah satu identitas Indonesia di mata dunia. Bahkan di tahun 2019 lalu, menurut Expat Insider, Indonesia menempati peringkat ke-8 negara paling ramah. Maka, sifat ramah, sopan santun dan adab inilah yang juga harus kita terapkan dalam komunikasi secara online, tidak hanya offline. Kita harus mempertahankan karakter Indonesia yang ramah bahkan di dunia maya sekalipun.

Kita tentu ingat berbagai keutamaan silaturahmi yang di antaranya adalah memanjangkan usia, menambah rezeki dan menggugurkan dosa. Maka, niatkan setiap komunikasi dan silaturahmi kita karena Allah, sebagai wujud usaha kita menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya.

“Apabila seorang Muslim mengunjungi saudaranya sesama Muslim, maka orang itu senantiasa berada dalam suatu taman surga yang penuh dengan buah-buahan yang dapat dipetik sampai pulang.”– HR. Muslim

Satu hal yang butuh kita ingat dalam menjalin hubungan dan silaturahim adalah bahwa hubungan yang kita bangun seharusnya bukanlah hubungan yang materialistik. Bukanlah hubungan yang diniatkan untuk mencari keuntungan pribadi, atau hubungan yang dibangun hanya ketika ada keperluan saja.

Secara pribadi,  kita menjalin hubungan dengan orang lain adalah karena kita butuh memiliki lingkungan yang positif, kita butuh menjalin hubungan dengan orang-orang sholih, orang-orang yang saling mendoakan dan saling mengingatkan, untuk menjaga agar iman kita tidak luntur. Nabi musa yang seorang nabi saja membutuhkan pendamping, membutuhkan Nabi Harun, membutuhkan sahabat seperjuangan, apalagi kita yang bukan siapa-siapa. Oleh karena itu, kitalah yang harus proaktif membangun lingkungan baik itu dan merawat hubungan yang telah kita miliki dengan menjalin silaturrahim.

Lebih jauh dari alasan pribadi mengapa kita menjalin hubungan dengan orang lain, kita punya alasan utama yang harus selalu kita ingat bahwa kita memiliki semangat juang yang sama, sebagai manusia, kita adalah hamba Allah yang sama-sama sedang berjuang mengarungi samudra kehidupan dunia untuk menjemput kemuliaan di kehidupan abadi.

“Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpunkan hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah menyatupadukan mereka…” (Q.S. Al-Anfaal: 63)

Sayyid Quthb dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an menyampaikan tafsir ayat ini, “Aqidah ini memang ajaib! Ketika telah meresap dalam hati, ia akan menjadikan hati itu dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang di antara sesamanya. Yang keras beralih lunak, yang kasar menjelma lembut, yang kering berubah jadi basah, yang liar menjadi jinak. Ia-ia berjalin kelindan di antara sesamanya dengan jalinan yang kokoh dalam dan empuk.”

Maka sebagaimana iman kita harus dirawat dengan amal sholih, ukhuwah atau rasa persaudaraan kita juga harus dirawat dengan silaturrahim. Di era digital seperti ini, ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Misalnya mengirim pesan di sosmed, mengirim hadiah, bertemu secara online lewat video call, memberikan komentar positif di status, merespon di grup chatting dan lain sebagainya. Hal yang terpenting adalah berusaha menunjukkan atensi kita terhadap orang lain.

Kondisi new normal saat ini seharusnya membuat kita sadar, bahwa kita sebenarnya sangat dekat dengan teman-teman kita. Hanya saja, mungkin selama ini kita-lah yang membatasi, kita yang tidak memulai dan hanya memilih sebagai penonton.

Selamat menjalankan new normal, silaturahim digital!

Artikel ini juga disampaikan secara langsung dalam acara Halal bi Halal 1441 H LDK Al-Fatih LIPIA: Eratkan Hati di Tengah Pandemi

Tinggalkan komentar